CHEONG GYE CHEON STREAM,
SEOUL KOREA
Seoul, ibukota negara Korea
Selatan, dahulu kala sama halnya dengan kota-kota besar di Indonesia, memiliki
banyak permasalahan perkotaan yang kompleks. Kota yang semrawut, kawasan kumuh,
sungai yang kotor dan sebagainya. Namun kini, Seoul patut berbangga karena
telah menjadi salah satu kota yang indah dan tertata dengan baik. Tulisan ini
mengulas singkat mengenai penataan anak sungai atau stream yang melintasi
kawasan pusat kota Seoul. Adalah Cheong Gye Cheon Stream yang menjadi salah
satu ikon dan kebanggan kota Seoul saat ini.
Cheonggyecheon stream masa
kini. Sumber: arsip penulis (November 2011)
Aliran Cheonggyecheon
berawal dari wilayah lereng gunung Inwangsan dan Bugaksan bagian selatan dan
dari bagian utara Gunung Namsan menuju ke arah timur sepanjang 8,14 km
melintasi Seoul dan bermuara di Sungai Hangang. Di masa lalu, Cheonggyecheon
mempunyai arti penting bagi Seoul dalam aspek geografi, politik, sosial dan
budaya. Pada masa dinasti Joseon, wilayah sebelah utara stream ini merupakan
wilayah tempat tinggal bagi kaum bangsawan dan kantor pemerintahan dan wilayah
sebelah selatan diperuntukkan bagi rakyat biasa dan para cendekiawan dengan
status ekonomi kelas bawah. Kawasan di pinggiran Cheonggyecheon dijadikan
tempat tinggal bagi rakyat biasa. Mereka membangun tempat tinggal di pinggiran
sepanjang Cheonggyecheon hingga kelamaan menjadi permukiman dengan kepadatan
tinggi. Aktifitas mandi, mencuci dan membuang sampah di Cheonggyecheon stream
merupakan bagian dari kehidupan penduduk yang tinggal di sepanjang aliran ini.
Selain itu terdapat beberapa jembatan yang dibangun melintasi Cheonggyecheon
dan para pedagang biasanya beraktifitas di seputar jembatan-jembatan tersebut.
Sketsa kuno aliran Cheong Gye
Cheon Sumber: Foto Penulis diambil dari ruang pameran Cheonggyecheon Museum
Seoul, November 2011
Di masa itu, fungsi utama
Cheonggyecheon sebagai tempat pembuangan sampah dan kotoran yang akan
dibawa mengalir menuju sungai Hangang. Permukiman yang padat dan kumuh ditambah
Cheonggyecheon yang kotor, memerlukan penanganan terhadap kemungkinan adanya
banjir. Hal biasa yang dilakukan adalah melakukan pengerukan sedimen di dasar
Cheonggyecheon dan ini dilakukan dalam masa cukup lama walau disadari bahwa
penanganan seperti ini tidaklah cukup untuk menangani permasalahan yang ada.
Sepanjang itu pula Cheonggyecheon tampil sebagai bagian kota yang kotor, kumuh
dengan kualitas lingkungan yang sangat buruk.
Cheonggyecheon di masa lalu
sebelum ditutup oleh jembatan layang (Sumber: foto penulis diambil dari
Cheonggyecheon Museum Seoul, November 2011)
Hingga pada tahun 1978,
pemerintah setempat membuat kebijakan yang dipandang sebagai solusi terbaik
untuk permasalahan Cheonggyecheon adalah “filling” yaitu membangun jembatan
layang (Cheonggye Overpass) di atas Cheonggyecheon sehingga tidak tampak dari
pandangan. Selain itu kebijakan ini dipandang tepat untuk mengatasi peningkatan
arus lalu lintas dan juga sebagai simbol modernisasi Korea. Selama 25 tahun,
Cheonggyecheon seolah menghilang dari bagian kehidupan Seoul, tertutup oleh dua
lapis jalan kokoh yang dibangun diatasnya, namun kenyataannya air masih tetap
mengalir sepanjang Cheonggyecheon menuju Sungai Hangang walau tidak
terlihat.
Cheongye Overpass. Berdiri kokoh
diatas Cheonggyecheon Stream
Akhirnya muncul kesadaran
pentingnya mengembalikan Cheonggyecheon sebagai bagian dari sejarah, kehidupan
dan budaya Seoul. Tahun 2003, pemerintah setempat memulai Cheonggyecheon
Restoration Project, suatu proyek yang bertujuan mengembalikan Cheonggyecheon
sebagai bagian dari sejarah kehidupan dan budaya Seoul. Proyek ini juga
bertujuan untuk mewujudkan Seoul sebagai kota ramah lingkungan dengan
menselaraskan alam dan manusia, menciptakan keseimbangan pembangunan di wilayah
utara dan selatan Hangang River dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas
budaya dan ekonomi kehidupan masyarakat Seoul. Cheonggye overpass yang menutupi
Cheonggyecheon stream dirubuhkan dan sepanjang aliran dibersihkan ditata dengan
design yang menarik. Penyelesaian proyek ini memerlukan waktu dua tahun tiga
bulan dimulai bulan Juli 2003 sampai bulan Oktober 2005.
Sepanjang Cheonggyecheon stream
terdapat 14 titik yang menarik. Pertama, Cheonggye Plaza sebagai starting point
Cheonggyecheon stream. Kemudian diikuti Gwangtonggyo Bridge, Banchado-Painting
of King Jeongjo’s Royal Procession, Supyogyo Site, Ongnyucheon Pond, Fashion
Plaza, Ogansumun Site (Floodgate), Cheonggyecheon Historical Laundry Site,
Rhythm Wall Fountain, Wall of Hope, Tunnel Fountain, Jonchigyogak (remaining of
the old Cheonggye overpass), Cheonggyecheon Museum dan terakhir Willow Swamp.
Bila ingin mengunjungi Cheonggyecheon stream dengan menyusurinya butuh
waktu cukup panjang bahkan bisa seharian karena siang hari maupun malam hari memberikan
nuansa menarik yang berbeda dan sayang untuk dilewatkan.
Cheonggye Plaza
Patung keong di Cheonggye Plaza
Mengunjungi Cheonggyecheon stream
meninggalkan endapan pemikiran, apakah proyek seperti ini bisa dilaksanakan di
Indonesia. Teringat perkataan seorang kolega yang berasal dari negara maju di
belahan bumi bagian barat sana, “Janganlah memandang Cheonggyecheon Stream
Project ini sebagai sesuatu yang spektakuler. Ini adalah hal yang biasa”. Hal
yang biasa. Ya mungkin bagi mereka yang berasal dari negara maju dengan
pembangunan yang telah berhasil dan tertata rapi, dengan supremasi hukum yang
kokoh dan ketaatan hukum yang tinggi. Bagi negara-negara berkembang,
proyek ini bisa dikatakan luar biasa. Bagaimana tidak, butuh visi ke depan yang
memandang dan mengenali bagian permasalahan kota apa yang segera harus
ditangani. Lalu diwujudkan dalam bentuk proyek fisik yang akan membawa
perubahan penting bagi kota. Butuh keberanian dan kemauan keras untuk
mewujudkan proyek tersebut. Demonstrasi dan penolakan masyarakat adalah hal
yang harus dihadapi pemerintah kota Seoul hingga membutuhkan lebih dari 500
kali rapat bersama masyarakat dalam upaya mendapat dukungan masyarakat dan hal
ini bukanlah sesuatu yang mudah. Apakah di Indonesia, hal ini bisa
dilaksanakan. Tentu bisa bila ada visi, kemauan, keberanian dan pengerahan
sumberdaya serta konsolidasi semua stakeholder dan pemerintah dalam mewujudkan
kegiatan yang dilaksanakan demi kebaikan semua.
DAFTAR PUSTAKA









Tidak ada komentar:
Posting Komentar