Senin, 03 April 2017

KONSERVASI ARSITEKTUR

BAB. II
KAJIAN PUSTAKA


2.1.       Pengertian Konservasi
Konservasi adalah proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang terkandung dapat terjaga dengan baik meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai kondisi lokal. konservasi kawasan atau sub bagian kota , mencakup suatu upaya pencegahan perubahan sosial, bukan secara fisik saja. 
·      Preservasi adalah  Pemeliharaan suatu tempat persis menjadi seperti aslinya dan mencegah proses kerusakannya. (Burra Charter, article 1.6)
·      Restorasi / rehabilitasi kondisi fisik bangunan seperti sediakala dengan membuang elemen-elemen tambahan serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa menambah bagian baru (Burra Charter article 1.7)
·      Renovasi Upaya / suatu tindakan mengubah interior bangunan baik itu sebagian maupun keseluruhan sehubungan dengan adaptasi bangunan tersebut terhadap penggunaan baru atau konsep modern 
·      Rekonstruksi upaya membangun kembali semirip mungkin dengan penampilan orisinil yang diketahui (Burra Charter, article 1.8)
·      adaptasi / revitalisasi adalah Segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai.(Burra Charter, article 1..9)
·      demolisi penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.

2.2.       Tujuan Konservasi
·      Mengembalikan wajah dari objek pelestarian memanfaatkan objek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini 
·      Mengarahkan perkembangan masa kini yang di selaraskan dengan perencanaan masa lalu tercermin dalam objek pelestarian
·      Menampilkan sejarah pertumbuhan kota, dalam wujud fisik 3 dimensi.

2.3.       Prinsip Dan Dasar Kebijakan Konservasi

2.3.1.  Prinsip Konservasi
·      Tidak mengubah bukti sejarah
·      Menangkap kembbali makna dari suatu tempat atau bangunan.
·      Suatu bangunan atau hasil karya bersejarah harus tetap berada pada lokasi historisnya.
·      Menjaga terpeliharanya latar visual yang cocok seperti bentuk skala, warna, tekstur, serta bahan materialnya.

2.3.2.  Dasar Kebijakan Konservasi 
UU RI No. 5/1992
Ketentuan umum mengenai Benda Cagar Budaya, Situs dan Lingkungan Cagar Budaya
Tujuan pelestarian :   melindungi dan memanfaatkan benda cagar budaya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia
Berdasar Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, Pelestarian lingkungan cagar budaya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
·      Lingkungan cagar budaya gol 1
·      Lingkungan cagar budaya gol 2
·      Lingkungan cagar budaya gol 3

2.4.       Pengertian Revitalisasi
Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terberdaya sehingga revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan untuk menjadi vital, sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau sangat diperlukan sekali untuk kehidupan dan sebagainya. ( Wikipedia )
Segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai. (Burra Charter, article 1.9)

2.5.       Sejarah Revitalisasi Pelestarian Kota Tua
Revitalisasi Kota Tua adalah program revitalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Jakarta dan pusat di wilayah Kota Tua. Proyek ini dimulai oleh Ali Sadikin pada 1972 dan masih berlangsung hingga saat ini, dan ditargetkan selesai sebagian sebelum Asian Games 2018.  Luas wilayah revitalisasi saat ini 284 hektar dan ada 85 gedung yang akan direvitalisasi.
Proyek ini berawal dari dekrit Ali Sadikin tahun 1972 yang menjadikan kota tua sebagai situs warisan. Gubernur Ali Sadikin telah menerbitkan berbagai Surat Keputusan dalam rangka pemugaran area historis di Jakarta:
·      SK Gubernur No cd 3/1/70 tentang Pernyataan Daerah Taman Fatahillah, Jakarta Barat sebagai daerah di bawah pemugaran yang dilindungi Undang-Undang Monumen.
·      Tahun 1973, SK Gubernur No 111-b 11/4/54/73 tentang Pernyataan Daerah Jakarta Kota dan Pasar Ikan, Jakarta Barat dan Jakarta Utara sebagai daerah di bawah pemugaran.

1993: Gubernur Soerjadi Soedirdja membuat SK Gubernur DKI 475/1993 mengatur tentang dimulainya revitalisasi, untuk mendukung ide menggalakkan Jakarta Kota sebagai kawasan wisata. 224 bangunan dijadikan cagar budaya di Jakarta, termasuk 93 bangunan yang berada di kota tua. Syaratnya umur bangunan lebih dari 50 tahun atau punya nilai sejarah.
2013: Gubernur Basuki tjahaja purnama secara resmi menunjuk konsorsium swasta yang bertujuan mengembangkan cara-cara inovatif untuk menghubungkan sektor swasta dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. PT Pembangunan Kota Tua Jakarta (Jakarta Old Town Revitalization Corporation/JOTRC) ditunjuk sebagai pelaksana pengembangan Kota Tua sebagai Zona Ekonomi Khusus. Peresmian proyek pada 13 Maret 2014.
2016: Revitalisasi juga dilakukan oleh Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta (PKKPJ). Kepala Unit PKKTJ Norviadi S. Husodo di Jakarta, Jumat, 4 Maret 2016, menyatakan butuh dana Rp 200 miliar lebih untuk revitalisasi yang didapatkan dari CSR. Penataan ini fokus ke sarana dan prasarana agar terintegrasi, mulai penataan kali hingga penataan trotoar. Kemudian akan dibuat lahan parkir terpadu dari Jalan Cengkeh sampai Jalan Tongkol.
Revitalisasi dan peremajaan Kota Tua ditangani oleh beberapa instansi, seperti Dinas Museum dan Sejarah, Dinas Tata Bangunan dan Pemugaran, dan Dinas Tata Kota. Pelaksanaannya berawal dengan menggunakan dana APBD, hingga tahun 2013 pemerintah mengambil dana dari swasta.

2.6.       Tindakan Revitalisasi Pada Museum Fatahillah
Pada Museum kawasan Fatahillah dilakukan tindakan konservasi yang paling cocok yaitu dengan melakukan tindakan revitalisasi dimana revitalisasi tidak melakukan pemugaran pada bangunan tetapi mengembalikan fungsi melalui memperbaiki bentuk atau fasade maupun fungsi bangunan tersebut serta memperbaiki sarana dan prasarana yang ada.
Revitalisasi berkepentingan juga mempertahankan warisan budaya kota tua, melestarikan nilai-nilai sejarah sambil mengembangkan sektor-sektor kota sesuai potensi ekonominya.
Fungsi Pada Taman Fatahillah merupakan pusat kota Batavia pada masa kolonial. Terdapat berbagai fungsi bangunan didalamnya yang merupakan penunjang utama kegiatan pemerintahan pada masa itu. Saat ini Fungsi dari bangunan-bangunan sudah mengalami perubahan fungsi (adaptive re-use) dengan mengadaptasi kebutuhan ruang pada saat ini yang menjadi seubuah meseum.
Kawasan Fatahillah berubah menjadi sebuah sarana rekreasi bagi banyak orang. Bangunan-bangunan tua terus mengalami perbaikan dari sisi fisik, untuk diangkat kembali kevitalannya guna menjadi sarana rekreasi kota lama di pusat Ibukota Jakarta. Segala sisi terus mengalami perbaikan, baik dari area plaza yang dihias dengan lampu-lampu jalan agar dapat juga difungsikan pada malam hari, perbaikan perkerasan, perbaikan dan perawatan fisik bangunan, dan peningkatan fasilitas penunjang kegiatan didalamya.

DAFTAR PUSTAKA


KONSERVASI ARSITEKTUR

KOTA TUA JAKARTA
( REVITALISASI MUSEUM FATAHILLAH )


BAB. I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta,Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka).
Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.
Saat ini Jakarta merupakan Kota yang menyimpan banyak potensi-potensi di dalamnya yang terjadi dari masa lampau. Salah satu harta yang masih dapat dirasakan olah masyarakatnya hingga sekarang adalah arsitektur tuanya. Salah satu kawasan sejarah yang sangat dilindungi adalah kawasan Kota Tua Jakarta. Diusianya yang sudah tua sejak terbentuknya Kota Jakarta, kawasan Kota Tua memiliki nilai historis yang tinggi, maka sudah sepatutnya warisan tersebut harus terus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya.
Upaya konservasi terus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah hilangnya identitas serta meningkatkan pariwisata dan bisnis kawasan Kota Tua Jakarta. Pembangunan yang masih terus berjalan tersebut masih memiliki kekurangan diantaranya, image kota tua yang masih dinilai kurang menguntungkan dilihat dari sisi bisnis skala besar, kurangnya fasilitas penunjang kawasan yang berakibat kurang nyamannya area terbuka bagi pengunjung terlebih ketika cuaca sangat terik, kondisi infrastruktur yang kurang mendukung, lalu lintas yang tidak teratur, kualitas lingkungan yang masih rendah, serta area parkir yang masih berantakan.
Melihat kondisi Kota Tua yang masih banyak memiliki permasalahan, maka perlu adanya upaya menyeluruh dari berbagai lapisan masyarakat khususnya di Ibukota Jakarta untuk mewujudkan Kota Tua sebagai kawasan pariwisata dan kawasan cagar budaya yang mendukung Kota Jakarta.

1.2. Sejarah Kota Tua Jakarta
Tahun 1526, Fatahillah, dikirim oleh Kesultanan Demak, menyerang pelabuhan Sunda Kelapa di kerajaan Hindu Pajajaran, kemudian dinamai Jayakarta. Kota ini hanya seluas 15 hektare dan memiliki tata kota pelabuhan tradisional Jawa. Tahun 1619, VOC menghancurkan Jayakarta di bawah komando Jan Pieterszoon Coen. Satu tahun kemudian, VOC membangun kota baru bernama Batavia untuk menghormati Batavieren, leluhur bangsa Belanda. Kota ini terpusat di sekitar tepi timur Sungai Ciliwung, saat ini Lapangan Fatahillah.

Peta Batavia dengan bentengnya (Kasteel) pada tahun 1667

Penduduk Batavia disebut "Batavianen", kemudian dikenal sebagai suku "Betawi", terdiri dari etnis kreol yang merupakan keturunan dari berbagai etnis yang menghuni Batavia.

Peta Batavia tahun 1740. Wilayah Batavia di dalam dinding kota serta paritnya dan Pelabuhan Sunda Kelapa di kiri (utara) peta membentuk Kota Tua Jakarta

Tahun 1635, kota ini meluas hingga tepi barat Sungai Ciliwung, di reruntuhan bekas Jayakarta. Kota ini dirancang dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota ini diatur dalam beberapa blok yang dipisahkan oleh kana. Kota Batavia selesai dibangun tahun 1650. Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC di Hindia Timur. Kanal-kanal diisi karena munculnya wabah tropis di dalam dinding kota karena sanitasi buruk. Kota ini mulai meluas ke selatan setelah epidemi tahun 1835 dan 1870 mendorong banyak orang keluar dari kota sempit itu menuju wilayah Weltevreden (sekarang daerah di sekitar Lapangan Merdeka). Batavia kemudian menjadi pusat administratif Hindia Timur Belanda. Tahun 1942, selama pendudukan Jepang, Batavia berganti nama menjadi Jakarta dan masih berperan sebagai ibu kota Indonesia sampai sekarang.
Tahun 1972, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, mengeluarkan dekret yang resmi menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan gubernur ini ditujukan untuk melindungi sejarah arsitektur kota atau setidaknya bangunan yang masih tersisa di sana.
Meski dekret Gubernur dikeluarkan, Kota Tua tetap terabaikan. Banyak warga yang menyambut hangat dekret ini, tetapi tidak banyak yang dilakukan untuk melindungi warisan era kolonial Belanda.

1.3. Sejarah Museum Fatahillah
Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi.

Lukisan balai kota kedua Batavia di tahun 1682

Bangunan ini dahulu merupakan balai kota Batavia (bahasa Belanda: Stadhuis van Batavia) yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur-Jendral Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.

Lukisan balai kota Batavia oleh Johannes Rach tahun 1770

Pada awal mulanya, balai kota pertama di Batavia dibangun pada tahun 1620 di tepi timurKali Besar. Bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum akhirnya dibongkar demi menghadapi serangan dari pasukan Sultan Agung pada tahun 1626. Sebagai gantinya, dibangunlah kembali balai kota tersebut atas perintah Gubernur-Jenderal Jan Pieterszoon Coen di tahun 1627. Lokasinya berada di daerah Nieuwe Markt (sekarang Taman Fatahillah). Menurut catatan sejarah, balai kota kedua ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi balai kota sangat buruk. Tanah di kota Batavia yang sangat labil dan beratnya bangunan ini menyebabkan perlahan-lahan turun dari permukaan tanah.
Akhirnya pada tahun 1707, atas perintah Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn, bangunan ini dibongkar dan dibangun ulang dengan menggunakan pondasi yang sama. Peresmian Balai kota ketiga dilakukan oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck pada tanggal10 Juli 1710, dua tahun sebelum bangunan ini selesai secara keseluruhan. Selama dua abad, balai kota Batavia ini digunakan sebagai kantor administrasi kota Batavia. Selain itu juga digunakan sebagai tempat College van Schepenen (Dewan Kotapraja) danRaad van Justitie (Dewan Pengadilan). Awalnya sidang Dewan Pengadilan dilakukan di dalam Kastil Batavia. Namun dipindahkan ke sayap timur balai kota dan kemudian dipindahkan ke gedung pengadilan yang baru pada tahun 1870.

Stadhuis di awal abad ke-20, dihubungkan dengan jalur trem ke pusat pemerintahan di kawasan Weltevreden

Balai kota Batavia juga mempunyai ruang tahanan yang pada masa VOC dijadikan penjara utama di kota Batavia. Sebuah bangunan bertingkat satu pernah berdiri di belakang balai kota sebagai penjara. Penjara tersebut dikhususkan kepada para tahanan yang mampu membiayai kamar tahanan mereka sendiri. Namun berbeda dengan penjara yang berada di bawah gedung utama. Hampir tidak ada ventilasi dan minimnya cahaya penerangan hingga akhirnya banyak tahanan yang meninggal sebelum diadili di Dewan Pengadilan. Sebagian besar dari mereka meninggal karena menderita kolera, tifus dan kekurangan oksigen. Penjara di balai kota pun ditutup pada tahun 1846 dan dipindahkan ke sebelah timur Molenvliet Oost. Beberapa tahanan yang pernah menempati penjara balai kota adalah bekas Gubernur Jenderal Belanda di Sri Lanka Petrus Vuyst, Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro.
Di akhir abad ke-19, kota Batavia mulai meluas ke wilayah selatan. Sehingga kedudukan kota Batavia ditingkatkan menjadi Gemeente Batavia. Akibat perluasan kota Batavia, aktivitas balai kota Batavia dipindahkan pada tahun 1913 ke Tanah Abang West (sekarang jalan Abdul Muis No. 35, Jakarta Pusat) dan dipindahkan lagi ke Koningsplein Zuid pada tahun 1919 (sekarang Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Jakarta Pusat) sampai saat ini. Bekas bangunan balai kota kemudian dijadikan Kantor Pemerintah Jawa Barat sampai tahun1942. Selama masa pendudukan Jepang, bangunan ini dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kembali digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat disamping ditempati markas Komando Militer Kota I sampai tahun 1961. Setelah itu digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DCI Djakarta. Di tahun 1970, bangunan bekas balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Setelah itu Gubernur DKI Jakarta pada masa itu Ali Sadikin merenovasi seluruh bangunan ini dan diresmikan pada tanggal 30 Maret 1974 sebagai Museum Sejarah Jakarta.

Plang peresmian balai kota oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck

Seperti umumnya di Eropa, balai kota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan Stadhuisplein. Menurut sebuah lukisan yang dibuat oleh Johannes Rach, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju Stadhuiplein. Tetapi air mancur tersebut hilang pada abad ke-19. Pada tahun1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu ‘'’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jayakarta.


DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tua_Jakarta
https://fadiahnurannisa.wordpress.com/2016/06/13/studi-kawasan-konservasi-kota-tua-jakarta-kawasan-taman-fatahillah/
http://nisawulandari.blogspot.co.id/2016/03/konservasi-arsitektur-di-jakarta.html
http://aryheritage.blogspot.co.id/2016/11/kota-tua-jakarta.html
http://arivinarch.blogspot.co.id/2015/03/konservasikonservasi-kota-tua-jakarta.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Fatahillah