Senin, 05 Juni 2017

KONSERVASI ARSITEKTUR

BAB. IV
PENANGANAN PELESTARIAN BANGUNAN MUSEUM
FATAHILLAH



4.1. Tindakan Revitalisasi
Tahap konservasi dan renovasi sudah berjalan sejak tanggal 14 Oktober 2014 lalu, yang diinstruksikan oleh Gubernur Jakarta saat ini yaitu Pak Basuki Tahaja Purnama yang melakukan konsolidasi dan bekerjasama dengan pihak swasta dan akibat dari perbaikan untuk sementara ditutup bagi pengunjung. Kepala Museum Fatahillah, Enny Prihatini mengatakan biaya untuk kegiatan konservasi dan renovasi museum mencapai Rp 20 miliar. Diperkirakan proses konservasi dan renovasi museum ini akan rampung pada bulan Januari 2015. Museum Sejarah Jakarta ditutup sementara untuk menjalani konservasi dan baru dibuka kembali tanggal 5 Februari 2015. Secara sekilas tampak tidak ada yang berubah, namun ketika Anda masuk ke dalam maka Anda akan melihat bedanya.
Tindakan Konservasi yang dipilih adalah revitalisasi. Dimana kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh pemerintah pada bulan Oktober 2014 - Januari 2015. Tindakan-tindakan yang demikian sebenarnya sudah meralisasikan pada 10 Januari 1972 oleh Ali Sadikin (selaku Gubernur DKI Jakarta kala itu). Namun kegiatan tersebut terhambat 20 tahun karena dinilai perlu untuk menetapkan pengaturan benda-benda cagar budaya dengan mengeluarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB) yang setahun kemudian direalisasikan oleh Pemda DKI Jakarta dengan mengeluarkan SK Gubernur No.Cb. 475 Tahun 1993 yang isinya menetapkan Bangunan-Banguan Bersejarah dan Monumen di DKI Jakarta dilindungi sebagai bangunan cagar budaya (BCB) oleh pemerintah.
Tindakan revitalisasi yang dilakukan karena akibat dari faktor usia dari bangunan secara fisik maupun mekanis. Hal yang dilakukan agar tidak merubah citra dari bangunan tetapi dapat memperbaiki bangunan adalah tindakan yang tepat untuk memperbaiki kondisi meseum fatahillah.

4.2. Kerusakan Fisik
Kerusakan ini disebabkan oleh faktor alam seperti air hujan, angin dan panasnya matahari. kerusakan yang disebabkan oleh faktor ini sehingga mengakibatkan tampak rapuh dan kusam. Selain itu komponen bahan bangunan dari kayu seperti pintu kayu, jendela, dan sebagainya juga rusak akibat faktor ini. Kerusakan juga terjadi pada landscape bangunan dan saat ini sedang mengalami proses perbaikan dengan melakukan penggantian batu cable stone jalan dengan yang lebih baik.

Gambar 4.1. Perbaikan cable stone didepan Museum Fatahillah
( Sumber : http://beritadaerah.co.id/2013/11/07/ )

4.3. Kerusakan Mekanis
Kerusakan ini disebabkan faktor konstruksi dan struktur bangunan itu sendiri maupun faktor dari luar.
Gedung bekas kantor VOC yang diresmikan menjadi museum di tahun 1974 ini mungkin adalah satu-satunya museum yang akan meminta Anda untuk membuka alas kaki Anda dan menggunakan sandal yang telah disediakan. Semua ini dilakukan untuk memelihara gedung museum yang sudah tua. 
Kegiatan Konservasi yang harus dilakukan adalah kegiatan yang sama dengan kegiatan yang sudah dilakukan oleh pemerintah saat ini salah satunya adalah :
Misalnya dengan cara mengecat ulang sesuai dengan yang sedang dikerjakan dan diperbaiki oleh intruksi dari Gubernur Pak Basuki Tjaha Purnama dengan berkeja sama dengan pihak cat swasta untuk memperbaiki jendela, pintu dan fasade dari bangunan agar benda-benda yang terbuat dari kayu tidak lapuk dan dimakan rayap
Dan juga pemerintah selaku pemilik bangunan sedang memperbaiki dinding dan dan lantai yang sudah rusak seperti melalukan pengecetan ulang pada lantai kayu dan memperbaiki dinding yang sudah rusak maka dari itu bangunan museum Fatahillah saat ini tidak dapat digunakan untuk berkunjung.
Melakukan sosialisasi terhadap pedagang - pedagang kaki lima yang memakai lapak disana untuk berjualan agar membersihkan sampah-sampah yang ditimbulkan dari usahanya. Dan menambah fasilitas-fasilitas seperti sepeda ontel yang dapat disewa.
Dan juga pemerintah melakukan sosialisasi dengan masyarakat dengan maksud melarang masyarakat untuk membuang sampah sembarangan di pinggir bangunan dan melakukan pencoretan terhadap dinding bangunan. Dan menambah fasilitas kursi untuk pengnjung.

Gambar 4.2. Pengecetan Museum Fatahillah
( Sumber : http://foto.okezone.com/view/2014/08/12/20/15845/revitalisasi-kota-tua )


DAFTAR PUSTAKA
Putri, Vindhyaris, 14021105013, Kawasan Bersejarah Museum Fatahillah Jakarta, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2015.
https://id-id.facebook.com/notes/wisata-kota-tua-jakarta/sejarah-perkembangan-kota-tua-jakarta/162059553809933 
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/museum-fatahillah-belajar-sejarah-jakarta-di-pusat-batavia-lama
http://bernadus-eric.blogspot.com/2012/05/konservasi-arsitektur.html
http://museumsejarahjakarta.org/
http://idtesis.com/potensi-museum-fatahillah-sebagai-wisata-sejarah-di-jakarta/

Selasa, 02 Mei 2017

KONSERVASI ARSITEKTUR

BAB. III
GAMBARAN KAWASAN BANGUNAN MUSEUM FATAHILLAH



3.1. Kondisi Eksisting Kawasan Kota Tua
Taman Fatahillah merupakan pusat kota Batavia pada masa kolonial. Terdapat berbagai fungsi bangunan didalamnya yang merupakan penunjang utama kegiatan pemerintahan pada masa itu. Saat ini Fungsi dari bangunan-bangunan sudah mengalami perubahan fungsi (adaptive re-use) dengan mengadaptasi kebutuhan ruang pada saat ini.
Kawasan Fatahillah berubah menjadi sebuah sarana rekreasi bagi banyak orang. Bangunan-bangunan tua terus mengalami perbaikan dari sisi fisik, untuk diangkat kembali kevitalannya guna menjadi sarana rekreasi kota lama di pusat Ibukota Jakarta. Segala sisi terus mengalami perbaikan, baik dari area plaza yang dihias dengan lampu-lampu jalan agar dapat juga difungsikan pada malam hari, perbaikan perkerasan, perbaikan dan perawatan fisik bangunan, dan peningkatan fasilitas penunjang kegiatan didalamya.

Kondisi Eksisting Museum Fatahillah
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Konservasi tidak hanya mempertahankan bentuk ( kebetulan pada kawasan ini bangunan memiliki tipe konservasi Tipe A yang diharuskan untuk menjaga keaslian bangunan ) tetapi memelihara serta menumbuhkan atau menghidupkan kegiatan disekitar kawasan tua atau bersejarah dan salah satunya memvariasikan kegiatan yang satu sama yang lain sehingga adanya daya tarik untuk pergi ke kawasan tersebut.
Kondisi sekitar museum fatahillah sudah di jaga dengan ketat dengan pengawasan yang lebih baik dan disekitarnya terdapat beberapa peninggalan yang harus di jaga yaitu :

a. Café Batavia

Café Batavia Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Bangunan gedung Café Batavia didirikan antara tahun 1805 & 1850, pernah berfungsi sebagai tempat tinggal, gudang, kantor, art gallery dan akhirnya menjadi café hingga sekarang. Café Batavia Masuk kedalam Bangunan Cagar Budaya golongan C, dimana dapat dilakukan program revitalisasi maupun adaptasi dan namun arsitektur bangunan tetap dipertahankan.
Pada 1993, bangunan ini dibeli oleh seorang warganegara Australia bernama Graham James, yang saat ini menetap di Pulau Bali. Hampir yang terdapat di Cafe Batavia masih menggunakan perlengkapan peninggalan pemiliknya dimasa silam (Margie C., 2010).

b. Gedung PT. Jakarta Lloyd

Gedung PT. Jakarta Llyod Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Djakarta Lloyd didirikan di Tegal pada tanggal 18 Agustus 1950 oleh beberapa anggota TNI Angkatan Laut yang bercita-cita mendirikan suatu perusahaan pelayaran samudera.Pada awalnya Djakarta Lloyd memiliki 2 kapal uap yaitu SS Jakarta Raya dan SS Djatinegara. Kini Djakarta Lloyd melayani jalur samudera dan antar pulau dalam negeri dan memiliki 14 kapal.
Pada tahun 1961 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 1961 status Perusahaan berubah menjadi Perusahaan Negara dengan nama PN Djakarta Lloyd. Di era 1990an, PT Djakarta Lloyd tidak lagi mendominasi jalur angkutan laut di dalam negeri (Djakartalloyd).

c. Dasaad Musin

Dasaad Musin Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Gedung Dasaad Musin dibangun pada tahun 1857. Gedung yang berlokasi di jalan kunir kawasan Fatahillah ini dulunya adalah kantor miliki Agus Dasaad Musin, konglomerat pada jaman itu. Beliau memiliki usaha dibidang perkapalan. Usahanya ditutup saat era Orde Baru berkuasa. Kondisi gedung ini sudah banyak yang mengalami kerusakan diantaranya atap yang roboh dan dinding yang keropos. (Huzer Apriansyah, 2011).

d. Kantor Jasindo

Kantor Jasindo Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Gedung Jasindo ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta.Gedung Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-Maatschappij (WEVA) atau Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang dibangun pada tahun 1912. Desain bangunan ini dilakukan oleh NV Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.
Gedung ini sekarang dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), namun sudah tidak dipergunakan lagi lantaran kondisi gedung sudah mengkhawatirkan. Pada bagian atapnya mengalami pelapukan. Setelah gedung dikosongkan oleh PT Jasindo, gedung tersebut dimanfaatkan untuk hiburan biliar. Sebagian lagi digunakan untuk berjualan pakaian, rokok, dan minuman ringan. Kondisi ini menyebabkan bangunan tersebut semakin tidak terurus dan sangat memprihatinkan karena dibiarkan terbengkelai oleh PT Jasindo tanpa ada pemeliharaan dan perbaikan (issuu, 2013).

e. Kantor POS

Kantor POS Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Gedung tua yang terletak di JI. Pos No.2, Jakarta Pusat, dibangun sekitar pertengahan abad ke-19. Peruntukkannya sebagai Kantor Pos dan dikenal dengan sebutan gedung PTT (Pos Telegraf dan Telepon). Gedung ini mengalami beberapa kali perubahan nama. Awalnya bernama “Gedung PTT Pasar Baru”, mulai dikenal sejak zaman penjajahan sampai sekitar tahun 1940-an. Pada masa revolusi fisik berubah menjadi “Kantor Pos dan Telegraf Pasar Baru”, berganti lagi menjadi “Kantor Pos Kawat Pasar Baru”, Sejak tahun 1963 menjadi “Gedung Pos Ibukota” disingkat GPI atau disebut juga “Kantor Pos Ibukota Jakarta Raya”.
Bangunan ini dirancang oleh Ir. R. Baumgartner yang bekerja sebagai arsitek pada Bouw Kundig Bureau pada departemen Van BOW. Secara fisik bentuk bangunan gedung Kantor Pos dan Giro Pasar Baru menunjukkan arsitektur Belanda dengan relung serta kaca-kaca berkembang yang menghiasi bagian depan gedung, bentuknya serupa dengan bangunan stasiun Kereta Api Jakarta Kota(Jakarta.go.id).

f. Museum Seni Rupa Dan Keramik

Museum Seni Rupa Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik ini dibangun pada tahun 1870. Sebagai Lembaga Peradilan tertinggi Belanda (Raad van Justitie), kemudian pada masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan Indonesia gedung ini dijadikan sebagai asrama militer. Selanjutnya pada tahun 1967 digunakan sebagai Kantor Walikota Jakarta.
Pada tahun 1968 hingga 1975 gedung ini pernah digunakan sebagai Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Pada tanggal 20 Agustus 1976 diresmikan sebagai Gedung Balai Seni Rupa oleh Presiden Soeharto. Dan di gedung ini pula terdapat Museum Keramik yang diresmikan oleh Bapak Ali Sadikin (Gubernur DKI Jakarta) pada tanggal 10 Juni 1977, kemudian pada tahun 1990 sampai sekarang menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik (Museum Indonesia).

g. Museum Wayang

Museum Wayang Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk (“Gereja Lama Belanda”) dan dibangun pertamakali pada tahun 1640. Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan. pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus1975. Meskipun telah dipugar beberapa bagian gereja lama dan baru masih tampak terlihat dalam bangunan ini(wikipedia).

3.2. Langgam dan Elemen Arsitektur Museum Fatahillah

Langgam Museum Fatahillah Di Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )

Langgam arsitektur museum Fatahillah bergaya arsitektur Neo-Klasik dengan cat berwarna kuning tanah, kusen pintu dan jendela yang terbuat dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu pada bagian atap terdapatpenunjuk arah mata angin yang mencirikan bangunan-bangunan era kolonial.
Jenis ornament yang ada pada bangunan merupakan gaya klasik Kolonial Belanda yang sesuai dengan zamannya dimasa itu.Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi dengan bentuk persegi panjang. Pekarangan terdiri dari susunan konblok yang berfungsi sebagai plaza berkumpul. Sebelumnya Plaza Fatahillah memiliki cukup banyak vegetasi pepohonan rindang namun saat ini plaza Fatahillah terasa begitu gersang dan panas dengan minimnya penghijauan.
Pilar-pilar tinggi menghiasi dan menandakan letak pintu masuk pada museum Fatahillah, yang mana menjadi gerbang utama untuk masuk kedalam museum. Pilar berwarna putih dan bergaya arsitektur colonial

Patung Hermes dan Meriam Si Jagur
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )


Meriam Si Jagur Dari Belakang
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )

a. Fasade Bangunan

Fasade Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Secara sepintas, Arsitektur museum ini bergaya abad ke-17 bergaya Neo-Klasik dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin yang mempertegas sisi solid dari bangunan ini.

b. Lantai

Lantai Kayu Jati Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Seluruh lantai bangunan gedung Museum Fatahillah menggunakan lantai kayu. Lantai seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan sisi luar. Lantai ubin secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti retak dan pecah.

c. Jendela Pintu

Jendela Dan Pintu Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Jendela dan Pintu terbuat dari kayu jati yang dicat berwarna hijau. Warnanya cukup kontras dengan warna bangunan yang berwarna putih. Beberapa kali dilakukan pemugaran karena terjadinya pelapukan kayu pada jendela dan pintu bangunan.

d. Atap Bangunan
Atap Bangunan Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Atap bangunan memiliki bentukan atap tropis, yang mana mengadaptasi dari iklim Indonesia yang beriklim tropis. Atap memiliki tritisan yang cukup lebar untuk merespon Iklim dan memberikan gaya baru pada bangunan kolonial.

e. Dinding Dan Kolom
Dinding Dan Kolom Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Kolom yang ditampilkan dalam bangunan ini sangat kokoh dengan tiang-tiang tinggi yang berada disamping sepanjang bangunan tersebut dengan warna hitam serta cat dinding dengan warna putih.

f. Plafond
Plafond Gedung Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Plafon Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 dan plafond ini menggunakan bahan kayu. Pada plafond ini mengalami kerusakan cukup parah yaitu banyak terdapat kayu yang rapuh akibat dimakan binatang rayap.

g. Penjara Pada Museum Fatahillah
Pada zaman penjajahan Belanda, Museum Sejarah Jakarta adalah balai kota Batavia yang merupakan pusat aktivitas rakyat pada abad ke 17-19. Tiap sore rakyat berkumpul mengambil air bersih dari satu-satunya mata air di halaman depan balai kota, ada pula trem yang berjalan dengan rel di depan balai kota.
Selain aktivitas tersebut, balai kota juga memiliki fungsi lain, yakni sebagai tempat pelaksanaan hukuman mati dan pembantaian massal. Saksi bisu dari pemerintahan yang brutal.
"Tahun 1740, Gubernur Batavia saat itu (Adriaan Valckenier) memerintahkan untuk membantai orang Tionghoa di depan balai kota. Ribuan orang Tionghoa diikat, duduk bersimpuh di depan balai kota, kemudian dari jendela balai kota, gubernur itu memberi kode untuk melakukan eksekusi terhadap orang Tionghoa itu," ujar Adjie, pemandu Jakarta Food Adventure dalam acara  "Explore Kota Tua & The Taste of Dutch & Betawi Culinary", Minggu (5/6/2016). 
Pembantaian yang dikenal dengan nama 'Geger Pacinan' itu, menurut Adjie disebabkan oleh isu ekonomi dan politik yang berkembang di Batavia saat itu. "Kejadian itu mencoreng pemerintahan Belanda di Hindia Belanda dan si gubernur ketika pulang ke Belanda, diadili dan mati di penjara," tuturnya.
Selain pembantaian tersebut, Museum Sejarah Jakarta juga menjadi saksi bisu dari penderitaan tawanan di penjara bawah tanah untuk wanita dan laki-laki.
Ketika air laut pasang, penjara akan terisi air laut, merendam tubuh para tawanan dan membuat kondisi tawanan sungguh menyedihkan. Pejuang Indonesia yang sempat ditahan di penjara tersebut di antaranya ada Pangeran Diponegoro dan Cut Nyak Dien.
Ada pula kisah Pieter Erberveld, pemberontak yang dihukum mati di halaman selatan Benteng Batavia dengan cara yang kejam. Kedua tangan dan kaki Erberveld serta rekan-rekannya, diikat pada tali tambang. Keempat ujung tali tambang kemudian diikatkan pada kuda-kuda pilihan yang sangat kuat.
Kemudian, kuda-kuda tersebut dilecut hingga berlari ke arah-arah yang berlawanan. Badan Elberverd dan rekan-rekannya pun terkoyak. Peristiwa tersebut tercatat di monumen pecah kulit yang berada di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta.

Pintu Masuk Dan Penjara Wanita Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )

Penjara Pria Di Museum Fatahillah
 ( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )

3.3. Koleksi-Kolesi Barang Di Museum Fatahillah

Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta dan replika peninggalan masa-masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Republik Rakyat Cina, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah, dan batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin.

Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan-kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani), merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda.
Koleksi Guci Dan Piring Di Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )

Koleksi Tempat Tidur Dan Lukisan Di Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )


Daftar Pustaka
http://jerichofidwello.blogspot.co.id/2014/07/bab-i-pendahuluan-1.html
http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-dan-koleksi-koleksi-museum.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Fatahillah
https://fadiahnurannisa.wordpress.com/2016/06/13/studi-kawasan-konservasi-kota-tua-jakarta-kawasan-taman-fatahillah/
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/06/menguak-sisi-gelap-museum-fatahillah


Senin, 03 April 2017

KONSERVASI ARSITEKTUR

BAB. II
KAJIAN PUSTAKA


2.1.       Pengertian Konservasi
Konservasi adalah proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang terkandung dapat terjaga dengan baik meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai kondisi lokal. konservasi kawasan atau sub bagian kota , mencakup suatu upaya pencegahan perubahan sosial, bukan secara fisik saja. 
·      Preservasi adalah  Pemeliharaan suatu tempat persis menjadi seperti aslinya dan mencegah proses kerusakannya. (Burra Charter, article 1.6)
·      Restorasi / rehabilitasi kondisi fisik bangunan seperti sediakala dengan membuang elemen-elemen tambahan serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa menambah bagian baru (Burra Charter article 1.7)
·      Renovasi Upaya / suatu tindakan mengubah interior bangunan baik itu sebagian maupun keseluruhan sehubungan dengan adaptasi bangunan tersebut terhadap penggunaan baru atau konsep modern 
·      Rekonstruksi upaya membangun kembali semirip mungkin dengan penampilan orisinil yang diketahui (Burra Charter, article 1.8)
·      adaptasi / revitalisasi adalah Segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai.(Burra Charter, article 1..9)
·      demolisi penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.

2.2.       Tujuan Konservasi
·      Mengembalikan wajah dari objek pelestarian memanfaatkan objek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini 
·      Mengarahkan perkembangan masa kini yang di selaraskan dengan perencanaan masa lalu tercermin dalam objek pelestarian
·      Menampilkan sejarah pertumbuhan kota, dalam wujud fisik 3 dimensi.

2.3.       Prinsip Dan Dasar Kebijakan Konservasi

2.3.1.  Prinsip Konservasi
·      Tidak mengubah bukti sejarah
·      Menangkap kembbali makna dari suatu tempat atau bangunan.
·      Suatu bangunan atau hasil karya bersejarah harus tetap berada pada lokasi historisnya.
·      Menjaga terpeliharanya latar visual yang cocok seperti bentuk skala, warna, tekstur, serta bahan materialnya.

2.3.2.  Dasar Kebijakan Konservasi 
UU RI No. 5/1992
Ketentuan umum mengenai Benda Cagar Budaya, Situs dan Lingkungan Cagar Budaya
Tujuan pelestarian :   melindungi dan memanfaatkan benda cagar budaya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia
Berdasar Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, Pelestarian lingkungan cagar budaya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
·      Lingkungan cagar budaya gol 1
·      Lingkungan cagar budaya gol 2
·      Lingkungan cagar budaya gol 3

2.4.       Pengertian Revitalisasi
Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terberdaya sehingga revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan untuk menjadi vital, sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau sangat diperlukan sekali untuk kehidupan dan sebagainya. ( Wikipedia )
Segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai. (Burra Charter, article 1.9)

2.5.       Sejarah Revitalisasi Pelestarian Kota Tua
Revitalisasi Kota Tua adalah program revitalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Jakarta dan pusat di wilayah Kota Tua. Proyek ini dimulai oleh Ali Sadikin pada 1972 dan masih berlangsung hingga saat ini, dan ditargetkan selesai sebagian sebelum Asian Games 2018.  Luas wilayah revitalisasi saat ini 284 hektar dan ada 85 gedung yang akan direvitalisasi.
Proyek ini berawal dari dekrit Ali Sadikin tahun 1972 yang menjadikan kota tua sebagai situs warisan. Gubernur Ali Sadikin telah menerbitkan berbagai Surat Keputusan dalam rangka pemugaran area historis di Jakarta:
·      SK Gubernur No cd 3/1/70 tentang Pernyataan Daerah Taman Fatahillah, Jakarta Barat sebagai daerah di bawah pemugaran yang dilindungi Undang-Undang Monumen.
·      Tahun 1973, SK Gubernur No 111-b 11/4/54/73 tentang Pernyataan Daerah Jakarta Kota dan Pasar Ikan, Jakarta Barat dan Jakarta Utara sebagai daerah di bawah pemugaran.

1993: Gubernur Soerjadi Soedirdja membuat SK Gubernur DKI 475/1993 mengatur tentang dimulainya revitalisasi, untuk mendukung ide menggalakkan Jakarta Kota sebagai kawasan wisata. 224 bangunan dijadikan cagar budaya di Jakarta, termasuk 93 bangunan yang berada di kota tua. Syaratnya umur bangunan lebih dari 50 tahun atau punya nilai sejarah.
2013: Gubernur Basuki tjahaja purnama secara resmi menunjuk konsorsium swasta yang bertujuan mengembangkan cara-cara inovatif untuk menghubungkan sektor swasta dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. PT Pembangunan Kota Tua Jakarta (Jakarta Old Town Revitalization Corporation/JOTRC) ditunjuk sebagai pelaksana pengembangan Kota Tua sebagai Zona Ekonomi Khusus. Peresmian proyek pada 13 Maret 2014.
2016: Revitalisasi juga dilakukan oleh Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta (PKKPJ). Kepala Unit PKKTJ Norviadi S. Husodo di Jakarta, Jumat, 4 Maret 2016, menyatakan butuh dana Rp 200 miliar lebih untuk revitalisasi yang didapatkan dari CSR. Penataan ini fokus ke sarana dan prasarana agar terintegrasi, mulai penataan kali hingga penataan trotoar. Kemudian akan dibuat lahan parkir terpadu dari Jalan Cengkeh sampai Jalan Tongkol.
Revitalisasi dan peremajaan Kota Tua ditangani oleh beberapa instansi, seperti Dinas Museum dan Sejarah, Dinas Tata Bangunan dan Pemugaran, dan Dinas Tata Kota. Pelaksanaannya berawal dengan menggunakan dana APBD, hingga tahun 2013 pemerintah mengambil dana dari swasta.

2.6.       Tindakan Revitalisasi Pada Museum Fatahillah
Pada Museum kawasan Fatahillah dilakukan tindakan konservasi yang paling cocok yaitu dengan melakukan tindakan revitalisasi dimana revitalisasi tidak melakukan pemugaran pada bangunan tetapi mengembalikan fungsi melalui memperbaiki bentuk atau fasade maupun fungsi bangunan tersebut serta memperbaiki sarana dan prasarana yang ada.
Revitalisasi berkepentingan juga mempertahankan warisan budaya kota tua, melestarikan nilai-nilai sejarah sambil mengembangkan sektor-sektor kota sesuai potensi ekonominya.
Fungsi Pada Taman Fatahillah merupakan pusat kota Batavia pada masa kolonial. Terdapat berbagai fungsi bangunan didalamnya yang merupakan penunjang utama kegiatan pemerintahan pada masa itu. Saat ini Fungsi dari bangunan-bangunan sudah mengalami perubahan fungsi (adaptive re-use) dengan mengadaptasi kebutuhan ruang pada saat ini yang menjadi seubuah meseum.
Kawasan Fatahillah berubah menjadi sebuah sarana rekreasi bagi banyak orang. Bangunan-bangunan tua terus mengalami perbaikan dari sisi fisik, untuk diangkat kembali kevitalannya guna menjadi sarana rekreasi kota lama di pusat Ibukota Jakarta. Segala sisi terus mengalami perbaikan, baik dari area plaza yang dihias dengan lampu-lampu jalan agar dapat juga difungsikan pada malam hari, perbaikan perkerasan, perbaikan dan perawatan fisik bangunan, dan peningkatan fasilitas penunjang kegiatan didalamya.

DAFTAR PUSTAKA


KONSERVASI ARSITEKTUR

KOTA TUA JAKARTA
( REVITALISASI MUSEUM FATAHILLAH )


BAB. I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta,Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka).
Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.
Saat ini Jakarta merupakan Kota yang menyimpan banyak potensi-potensi di dalamnya yang terjadi dari masa lampau. Salah satu harta yang masih dapat dirasakan olah masyarakatnya hingga sekarang adalah arsitektur tuanya. Salah satu kawasan sejarah yang sangat dilindungi adalah kawasan Kota Tua Jakarta. Diusianya yang sudah tua sejak terbentuknya Kota Jakarta, kawasan Kota Tua memiliki nilai historis yang tinggi, maka sudah sepatutnya warisan tersebut harus terus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya.
Upaya konservasi terus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah hilangnya identitas serta meningkatkan pariwisata dan bisnis kawasan Kota Tua Jakarta. Pembangunan yang masih terus berjalan tersebut masih memiliki kekurangan diantaranya, image kota tua yang masih dinilai kurang menguntungkan dilihat dari sisi bisnis skala besar, kurangnya fasilitas penunjang kawasan yang berakibat kurang nyamannya area terbuka bagi pengunjung terlebih ketika cuaca sangat terik, kondisi infrastruktur yang kurang mendukung, lalu lintas yang tidak teratur, kualitas lingkungan yang masih rendah, serta area parkir yang masih berantakan.
Melihat kondisi Kota Tua yang masih banyak memiliki permasalahan, maka perlu adanya upaya menyeluruh dari berbagai lapisan masyarakat khususnya di Ibukota Jakarta untuk mewujudkan Kota Tua sebagai kawasan pariwisata dan kawasan cagar budaya yang mendukung Kota Jakarta.

1.2. Sejarah Kota Tua Jakarta
Tahun 1526, Fatahillah, dikirim oleh Kesultanan Demak, menyerang pelabuhan Sunda Kelapa di kerajaan Hindu Pajajaran, kemudian dinamai Jayakarta. Kota ini hanya seluas 15 hektare dan memiliki tata kota pelabuhan tradisional Jawa. Tahun 1619, VOC menghancurkan Jayakarta di bawah komando Jan Pieterszoon Coen. Satu tahun kemudian, VOC membangun kota baru bernama Batavia untuk menghormati Batavieren, leluhur bangsa Belanda. Kota ini terpusat di sekitar tepi timur Sungai Ciliwung, saat ini Lapangan Fatahillah.

Peta Batavia dengan bentengnya (Kasteel) pada tahun 1667

Penduduk Batavia disebut "Batavianen", kemudian dikenal sebagai suku "Betawi", terdiri dari etnis kreol yang merupakan keturunan dari berbagai etnis yang menghuni Batavia.

Peta Batavia tahun 1740. Wilayah Batavia di dalam dinding kota serta paritnya dan Pelabuhan Sunda Kelapa di kiri (utara) peta membentuk Kota Tua Jakarta

Tahun 1635, kota ini meluas hingga tepi barat Sungai Ciliwung, di reruntuhan bekas Jayakarta. Kota ini dirancang dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota ini diatur dalam beberapa blok yang dipisahkan oleh kana. Kota Batavia selesai dibangun tahun 1650. Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC di Hindia Timur. Kanal-kanal diisi karena munculnya wabah tropis di dalam dinding kota karena sanitasi buruk. Kota ini mulai meluas ke selatan setelah epidemi tahun 1835 dan 1870 mendorong banyak orang keluar dari kota sempit itu menuju wilayah Weltevreden (sekarang daerah di sekitar Lapangan Merdeka). Batavia kemudian menjadi pusat administratif Hindia Timur Belanda. Tahun 1942, selama pendudukan Jepang, Batavia berganti nama menjadi Jakarta dan masih berperan sebagai ibu kota Indonesia sampai sekarang.
Tahun 1972, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, mengeluarkan dekret yang resmi menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan gubernur ini ditujukan untuk melindungi sejarah arsitektur kota atau setidaknya bangunan yang masih tersisa di sana.
Meski dekret Gubernur dikeluarkan, Kota Tua tetap terabaikan. Banyak warga yang menyambut hangat dekret ini, tetapi tidak banyak yang dilakukan untuk melindungi warisan era kolonial Belanda.

1.3. Sejarah Museum Fatahillah
Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi.

Lukisan balai kota kedua Batavia di tahun 1682

Bangunan ini dahulu merupakan balai kota Batavia (bahasa Belanda: Stadhuis van Batavia) yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur-Jendral Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.

Lukisan balai kota Batavia oleh Johannes Rach tahun 1770

Pada awal mulanya, balai kota pertama di Batavia dibangun pada tahun 1620 di tepi timurKali Besar. Bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum akhirnya dibongkar demi menghadapi serangan dari pasukan Sultan Agung pada tahun 1626. Sebagai gantinya, dibangunlah kembali balai kota tersebut atas perintah Gubernur-Jenderal Jan Pieterszoon Coen di tahun 1627. Lokasinya berada di daerah Nieuwe Markt (sekarang Taman Fatahillah). Menurut catatan sejarah, balai kota kedua ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi balai kota sangat buruk. Tanah di kota Batavia yang sangat labil dan beratnya bangunan ini menyebabkan perlahan-lahan turun dari permukaan tanah.
Akhirnya pada tahun 1707, atas perintah Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn, bangunan ini dibongkar dan dibangun ulang dengan menggunakan pondasi yang sama. Peresmian Balai kota ketiga dilakukan oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck pada tanggal10 Juli 1710, dua tahun sebelum bangunan ini selesai secara keseluruhan. Selama dua abad, balai kota Batavia ini digunakan sebagai kantor administrasi kota Batavia. Selain itu juga digunakan sebagai tempat College van Schepenen (Dewan Kotapraja) danRaad van Justitie (Dewan Pengadilan). Awalnya sidang Dewan Pengadilan dilakukan di dalam Kastil Batavia. Namun dipindahkan ke sayap timur balai kota dan kemudian dipindahkan ke gedung pengadilan yang baru pada tahun 1870.

Stadhuis di awal abad ke-20, dihubungkan dengan jalur trem ke pusat pemerintahan di kawasan Weltevreden

Balai kota Batavia juga mempunyai ruang tahanan yang pada masa VOC dijadikan penjara utama di kota Batavia. Sebuah bangunan bertingkat satu pernah berdiri di belakang balai kota sebagai penjara. Penjara tersebut dikhususkan kepada para tahanan yang mampu membiayai kamar tahanan mereka sendiri. Namun berbeda dengan penjara yang berada di bawah gedung utama. Hampir tidak ada ventilasi dan minimnya cahaya penerangan hingga akhirnya banyak tahanan yang meninggal sebelum diadili di Dewan Pengadilan. Sebagian besar dari mereka meninggal karena menderita kolera, tifus dan kekurangan oksigen. Penjara di balai kota pun ditutup pada tahun 1846 dan dipindahkan ke sebelah timur Molenvliet Oost. Beberapa tahanan yang pernah menempati penjara balai kota adalah bekas Gubernur Jenderal Belanda di Sri Lanka Petrus Vuyst, Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro.
Di akhir abad ke-19, kota Batavia mulai meluas ke wilayah selatan. Sehingga kedudukan kota Batavia ditingkatkan menjadi Gemeente Batavia. Akibat perluasan kota Batavia, aktivitas balai kota Batavia dipindahkan pada tahun 1913 ke Tanah Abang West (sekarang jalan Abdul Muis No. 35, Jakarta Pusat) dan dipindahkan lagi ke Koningsplein Zuid pada tahun 1919 (sekarang Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Jakarta Pusat) sampai saat ini. Bekas bangunan balai kota kemudian dijadikan Kantor Pemerintah Jawa Barat sampai tahun1942. Selama masa pendudukan Jepang, bangunan ini dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kembali digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat disamping ditempati markas Komando Militer Kota I sampai tahun 1961. Setelah itu digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DCI Djakarta. Di tahun 1970, bangunan bekas balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Setelah itu Gubernur DKI Jakarta pada masa itu Ali Sadikin merenovasi seluruh bangunan ini dan diresmikan pada tanggal 30 Maret 1974 sebagai Museum Sejarah Jakarta.

Plang peresmian balai kota oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck

Seperti umumnya di Eropa, balai kota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan Stadhuisplein. Menurut sebuah lukisan yang dibuat oleh Johannes Rach, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju Stadhuiplein. Tetapi air mancur tersebut hilang pada abad ke-19. Pada tahun1972, diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu ‘'’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jayakarta.


DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tua_Jakarta
https://fadiahnurannisa.wordpress.com/2016/06/13/studi-kawasan-konservasi-kota-tua-jakarta-kawasan-taman-fatahillah/
http://nisawulandari.blogspot.co.id/2016/03/konservasi-arsitektur-di-jakarta.html
http://aryheritage.blogspot.co.id/2016/11/kota-tua-jakarta.html
http://arivinarch.blogspot.co.id/2015/03/konservasikonservasi-kota-tua-jakarta.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Fatahillah