BAB. III
GAMBARAN KAWASAN BANGUNAN MUSEUM FATAHILLAH
3.1. Kondisi Eksisting Kawasan Kota Tua
Taman Fatahillah merupakan pusat kota Batavia pada masa kolonial. Terdapat berbagai fungsi bangunan didalamnya yang merupakan penunjang utama kegiatan pemerintahan pada masa itu. Saat ini Fungsi dari bangunan-bangunan sudah mengalami perubahan fungsi (adaptive re-use) dengan mengadaptasi kebutuhan ruang pada saat ini.
Kawasan Fatahillah berubah menjadi sebuah sarana rekreasi bagi banyak orang. Bangunan-bangunan tua terus mengalami perbaikan dari sisi fisik, untuk diangkat kembali kevitalannya guna menjadi sarana rekreasi kota lama di pusat Ibukota Jakarta. Segala sisi terus mengalami perbaikan, baik dari area plaza yang dihias dengan lampu-lampu jalan agar dapat juga difungsikan pada malam hari, perbaikan perkerasan, perbaikan dan perawatan fisik bangunan, dan peningkatan fasilitas penunjang kegiatan didalamya.
Kondisi Eksisting Museum Fatahillah
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Konservasi tidak hanya mempertahankan bentuk ( kebetulan pada kawasan ini bangunan memiliki tipe konservasi Tipe A yang diharuskan untuk menjaga keaslian bangunan ) tetapi memelihara serta menumbuhkan atau menghidupkan kegiatan disekitar kawasan tua atau bersejarah dan salah satunya memvariasikan kegiatan yang satu sama yang lain sehingga adanya daya tarik untuk pergi ke kawasan tersebut.
Kondisi sekitar museum fatahillah sudah di jaga dengan ketat dengan pengawasan yang lebih baik dan disekitarnya terdapat beberapa peninggalan yang harus di jaga yaitu :
a. Café Batavia
Café Batavia Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Bangunan gedung Café Batavia didirikan antara tahun 1805 & 1850, pernah berfungsi sebagai tempat tinggal, gudang, kantor, art gallery dan akhirnya menjadi café hingga sekarang. Café Batavia Masuk kedalam Bangunan Cagar Budaya golongan C, dimana dapat dilakukan program revitalisasi maupun adaptasi dan namun arsitektur bangunan tetap dipertahankan.
Pada 1993, bangunan ini dibeli oleh seorang warganegara Australia bernama Graham James, yang saat ini menetap di Pulau Bali. Hampir yang terdapat di Cafe Batavia masih menggunakan perlengkapan peninggalan pemiliknya dimasa silam (Margie C., 2010).
b. Gedung PT. Jakarta Lloyd
Gedung PT. Jakarta Llyod Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Djakarta Lloyd didirikan di Tegal pada tanggal 18 Agustus 1950 oleh beberapa anggota TNI Angkatan Laut yang bercita-cita mendirikan suatu perusahaan pelayaran samudera.Pada awalnya Djakarta Lloyd memiliki 2 kapal uap yaitu SS Jakarta Raya dan SS Djatinegara. Kini Djakarta Lloyd melayani jalur samudera dan antar pulau dalam negeri dan memiliki 14 kapal.
Pada tahun 1961 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 1961 status Perusahaan berubah menjadi Perusahaan Negara dengan nama PN Djakarta Lloyd. Di era 1990an, PT Djakarta Lloyd tidak lagi mendominasi jalur angkutan laut di dalam negeri (Djakartalloyd).
c. Dasaad Musin
Dasaad Musin Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Gedung Dasaad Musin dibangun pada tahun 1857. Gedung yang berlokasi di jalan kunir kawasan Fatahillah ini dulunya adalah kantor miliki Agus Dasaad Musin, konglomerat pada jaman itu. Beliau memiliki usaha dibidang perkapalan. Usahanya ditutup saat era Orde Baru berkuasa. Kondisi gedung ini sudah banyak yang mengalami kerusakan diantaranya atap yang roboh dan dinding yang keropos. (Huzer Apriansyah, 2011).
d. Kantor Jasindo
Kantor Jasindo Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Gedung Jasindo ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta.Gedung Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-Maatschappij (WEVA) atau Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang dibangun pada tahun 1912. Desain bangunan ini dilakukan oleh NV Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.
Gedung ini sekarang dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), namun sudah tidak dipergunakan lagi lantaran kondisi gedung sudah mengkhawatirkan. Pada bagian atapnya mengalami pelapukan. Setelah gedung dikosongkan oleh PT Jasindo, gedung tersebut dimanfaatkan untuk hiburan biliar. Sebagian lagi digunakan untuk berjualan pakaian, rokok, dan minuman ringan. Kondisi ini menyebabkan bangunan tersebut semakin tidak terurus dan sangat memprihatinkan karena dibiarkan terbengkelai oleh PT Jasindo tanpa ada pemeliharaan dan perbaikan (issuu, 2013).
e. Kantor POS
Kantor POS Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Gedung tua yang terletak di JI. Pos No.2, Jakarta Pusat, dibangun sekitar pertengahan abad ke-19. Peruntukkannya sebagai Kantor Pos dan dikenal dengan sebutan gedung PTT (Pos Telegraf dan Telepon). Gedung ini mengalami beberapa kali perubahan nama. Awalnya bernama “Gedung PTT Pasar Baru”, mulai dikenal sejak zaman penjajahan sampai sekitar tahun 1940-an. Pada masa revolusi fisik berubah menjadi “Kantor Pos dan Telegraf Pasar Baru”, berganti lagi menjadi “Kantor Pos Kawat Pasar Baru”, Sejak tahun 1963 menjadi “Gedung Pos Ibukota” disingkat GPI atau disebut juga “Kantor Pos Ibukota Jakarta Raya”.
Bangunan ini dirancang oleh Ir. R. Baumgartner yang bekerja sebagai arsitek pada Bouw Kundig Bureau pada departemen Van BOW. Secara fisik bentuk bangunan gedung Kantor Pos dan Giro Pasar Baru menunjukkan arsitektur Belanda dengan relung serta kaca-kaca berkembang yang menghiasi bagian depan gedung, bentuknya serupa dengan bangunan stasiun Kereta Api Jakarta Kota(Jakarta.go.id).
f. Museum Seni Rupa Dan Keramik
Museum Seni Rupa Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik ini dibangun pada tahun 1870. Sebagai Lembaga Peradilan tertinggi Belanda (Raad van Justitie), kemudian pada masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan Indonesia gedung ini dijadikan sebagai asrama militer. Selanjutnya pada tahun 1967 digunakan sebagai Kantor Walikota Jakarta.
Pada tahun 1968 hingga 1975 gedung ini pernah digunakan sebagai Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Pada tanggal 20 Agustus 1976 diresmikan sebagai Gedung Balai Seni Rupa oleh Presiden Soeharto. Dan di gedung ini pula terdapat Museum Keramik yang diresmikan oleh Bapak Ali Sadikin (Gubernur DKI Jakarta) pada tanggal 10 Juni 1977, kemudian pada tahun 1990 sampai sekarang menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik (Museum Indonesia).
g. Museum Wayang
Museum Wayang Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk (“Gereja Lama Belanda”) dan dibangun pertamakali pada tahun 1640. Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan. pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus1975. Meskipun telah dipugar beberapa bagian gereja lama dan baru masih tampak terlihat dalam bangunan ini(wikipedia).
3.2. Langgam dan Elemen Arsitektur Museum Fatahillah
Langgam Museum Fatahillah Di Kota Tua Jakarta
( Sumber : https://fadiahnurannisa.wordpress.com/ )
Langgam arsitektur museum Fatahillah bergaya arsitektur Neo-Klasik dengan cat berwarna kuning tanah, kusen pintu dan jendela yang terbuat dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu pada bagian atap terdapatpenunjuk arah mata angin yang mencirikan bangunan-bangunan era kolonial.
Jenis ornament yang ada pada bangunan merupakan gaya klasik Kolonial Belanda yang sesuai dengan zamannya dimasa itu.Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi dengan bentuk persegi panjang. Pekarangan terdiri dari susunan konblok yang berfungsi sebagai plaza berkumpul. Sebelumnya Plaza Fatahillah memiliki cukup banyak vegetasi pepohonan rindang namun saat ini plaza Fatahillah terasa begitu gersang dan panas dengan minimnya penghijauan.
Pilar-pilar tinggi menghiasi dan menandakan letak pintu masuk pada museum Fatahillah, yang mana menjadi gerbang utama untuk masuk kedalam museum. Pilar berwarna putih dan bergaya arsitektur colonial
Patung Hermes dan Meriam Si Jagur
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Meriam Si Jagur Dari Belakang
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
a. Fasade Bangunan
Fasade Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Secara sepintas, Arsitektur museum ini bergaya abad ke-17 bergaya Neo-Klasik dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin yang mempertegas sisi solid dari bangunan ini.
b. Lantai
Lantai Kayu Jati Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Seluruh lantai bangunan gedung Museum Fatahillah menggunakan lantai kayu. Lantai seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan sisi luar. Lantai ubin secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti retak dan pecah.
c. Jendela Pintu
Jendela Dan Pintu Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Jendela dan Pintu terbuat dari kayu jati yang dicat berwarna hijau. Warnanya cukup kontras dengan warna bangunan yang berwarna putih. Beberapa kali dilakukan pemugaran karena terjadinya pelapukan kayu pada jendela dan pintu bangunan.
d. Atap Bangunan
Atap Bangunan Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Atap bangunan memiliki bentukan atap tropis, yang mana mengadaptasi dari iklim Indonesia yang beriklim tropis. Atap memiliki tritisan yang cukup lebar untuk merespon Iklim dan memberikan gaya baru pada bangunan kolonial.
e. Dinding Dan Kolom
Dinding Dan Kolom Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Kolom yang ditampilkan dalam bangunan ini sangat kokoh dengan tiang-tiang tinggi yang berada disamping sepanjang bangunan tersebut dengan warna hitam serta cat dinding dengan warna putih.
f. Plafond
Plafond Gedung Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Plafon Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 dan plafond ini menggunakan bahan kayu. Pada plafond ini mengalami kerusakan cukup parah yaitu banyak terdapat kayu yang rapuh akibat dimakan binatang rayap.
g. Penjara Pada Museum Fatahillah
Pada zaman penjajahan Belanda, Museum Sejarah Jakarta adalah balai kota Batavia yang merupakan pusat aktivitas rakyat pada abad ke 17-19. Tiap sore rakyat berkumpul mengambil air bersih dari satu-satunya mata air di halaman depan balai kota, ada pula trem yang berjalan dengan rel di depan balai kota.
Selain aktivitas tersebut, balai kota juga memiliki fungsi lain, yakni sebagai tempat pelaksanaan hukuman mati dan pembantaian massal. Saksi bisu dari pemerintahan yang brutal.
"Tahun 1740, Gubernur Batavia saat itu (Adriaan Valckenier) memerintahkan untuk membantai orang Tionghoa di depan balai kota. Ribuan orang Tionghoa diikat, duduk bersimpuh di depan balai kota, kemudian dari jendela balai kota, gubernur itu memberi kode untuk melakukan eksekusi terhadap orang Tionghoa itu," ujar Adjie, pemandu Jakarta Food Adventure dalam acara "Explore Kota Tua & The Taste of Dutch & Betawi Culinary", Minggu (5/6/2016).
Pembantaian yang dikenal dengan nama 'Geger Pacinan' itu, menurut Adjie disebabkan oleh isu ekonomi dan politik yang berkembang di Batavia saat itu. "Kejadian itu mencoreng pemerintahan Belanda di Hindia Belanda dan si gubernur ketika pulang ke Belanda, diadili dan mati di penjara," tuturnya.
Selain pembantaian tersebut, Museum Sejarah Jakarta juga menjadi saksi bisu dari penderitaan tawanan di penjara bawah tanah untuk wanita dan laki-laki.
Ketika air laut pasang, penjara akan terisi air laut, merendam tubuh para tawanan dan membuat kondisi tawanan sungguh menyedihkan. Pejuang Indonesia yang sempat ditahan di penjara tersebut di antaranya ada Pangeran Diponegoro dan Cut Nyak Dien.
Ada pula kisah Pieter Erberveld, pemberontak yang dihukum mati di halaman selatan Benteng Batavia dengan cara yang kejam. Kedua tangan dan kaki Erberveld serta rekan-rekannya, diikat pada tali tambang. Keempat ujung tali tambang kemudian diikatkan pada kuda-kuda pilihan yang sangat kuat.
Kemudian, kuda-kuda tersebut dilecut hingga berlari ke arah-arah yang berlawanan. Badan Elberverd dan rekan-rekannya pun terkoyak. Peristiwa tersebut tercatat di monumen pecah kulit yang berada di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta.
Pintu Masuk Dan Penjara Wanita Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Penjara Pria Di Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
3.3. Koleksi-Kolesi Barang Di Museum Fatahillah
Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta dan replika peninggalan masa-masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Republik Rakyat Cina, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah, dan batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin.
Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan-kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani), merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda.
Koleksi Guci Dan Piring Di Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Koleksi Tempat Tidur Dan Lukisan Di Museum Fatahillah
( Sumber : http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/ )
Daftar Pustaka
• http://jerichofidwello.blogspot.co.id/2014/07/bab-i-pendahuluan-1.html
• http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-dan-koleksi-koleksi-museum.html
• https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Fatahillah
• https://fadiahnurannisa.wordpress.com/2016/06/13/studi-kawasan-konservasi-kota-tua-jakarta-kawasan-taman-fatahillah/
• http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/06/menguak-sisi-gelap-museum-fatahillah


























Tidak ada komentar:
Posting Komentar